Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
POINNEWS.COM – Sambil menunggu proses kerja Komisi Yudisial yang konon akan memeriksa tiga Hakim yang mengadili Perkara Perdata No 757/Pdt.G/2022/PN Jkt Pst, maka proses hukum berlanjut menuju Pengadilan Tinggi Jakarta.
KPU menyatakan akan Banding. Pengadilan Tinggi berwenang melakukan “pemeriksaan ulang sepenuhnya” atas bukti, pertimbangan maupun Putusan Pengadilan Negeri.
Ada tiga hal kekacauan fatal Putusan PN yang harus diuji dan menjadi dasar pembatalan yaitu penundaan Pemilu yang di luar kewenangan PN (kompetensi absolut).
Baca Juga:
Ketua BNSP Tegaskan Peran Vital Sertifikasi Kompetensi dalam Pembangunan Nasional
Ditemukan Pisau di Dekat Korban, Mayat Pasangan Suami Istri Lansia Gegerkan Warga Cipondoh Tangerang
Putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) yang tidak berdalil kuat, serta ganti rugi KPU 500 Juta yang tidak beralas bukti.
Ditambah dengan kewajiban menggali “nilai-nilai yang hidup di masyarakat” yang tidak dilakukan oleh Majelis Hakim PN Jakpus.
Sudah semestinya Pengadilan Tinggi Jakarta membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kasus “sengketa” KPU dan Partai Prima itu masih menunggu Putusan Pengadilan Tinggi.
Baca Juga:
Dipresiasi Banyak Negara, Pernyataan Prabowo Subianto yang akan Jadi Pemimpin Pemberantasan Narkoba
Tiket BDMNTN-XL Jakarta Sudah Dijual! Saksikan Pertarungan Tim Bulu Tangkis Terbaik Oktober Ini
Nuansa “liciknya” adalah butir amar “serta merta” yang mengindikasi adanya disain penundaan secara sistematis. Hukum yang menjadi alat dari kepentingan politik.
Jika PT membatalkan Putusan No 757/Pdt.G/2022/PN Jkt. Pst, maka PT benar-benar menjalankan prinsip keadilan sebagaimana yang dirasakan oleh masyarakat.
Pemilu tidak ditunda, proses berlanjut.
Sebaliknya, jika PT Jakarta menguatkan Putusan PN Jakarta Pusat maka hal itu menjadi bukti bahwa disain penundaan Pemilu memang benar adanya.
Untuk penegakan hukum yang ternyata bengkok maka hukum dinilai tidak menjadi solusi atau harapan.
Kekuatan riel rakyat bukan mustahil menjadi jalan terakhir. Isu gerakan people power atas penundaan Pemilu dapat menjadi kenyataan.
Implikasi atau konsekuensinya bukan sekedar tekanan pada lembaga Peradilan tetapi juga rezim.
Rezim Jokowi sudah banyak melakukan kesalahan yang mendapat reaksi masyarakat.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Sejak UU KPK, Omnibus Law, pelanggaran HAM berat, Kereta Cepat hingga IKN.
Tapi semua itu belum menjadi momentum bagi perubahan. Momentum itu terus ditunggu dan diraba.
Nah, penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan Presiden potensial untuk menjadi momentum bagi aksi besar pelampiasan kejengkelan rakyat.
Kulminasi dari aksi atau gerakan perubahan. Penundaan Pemilu ditengarai sebagai kemauan dan disain Istana.
Agenda yang sudah dirancang lama walau dengan berjuta bantahan.
Masalah utamanya adalah, siapa yang masih percaya pada perkataan dan bantahan Jokowi?.***
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Poinnews.com, semoga bermanfaat.